“HUTAN MERANGGAS”
DALAM PAMERAN RONGGA RUSMADI
8-30 September 2011
Di Galeri Seni Rupa Jurusan Seni Rupa
Murni FSSR-UNS
Jl Ir. Sutami
36 A, Kentingan Surakarta
PENGANTAR KARYA SENI
Oleh :
DRS. AGUS NUR
SETYAWAN, M. HUM.
NIP:
195603121987031001
JURUSAN
SENI RUPA MURNI
FAKULTAS
SASTRA DAN SENI RUPA
DEPARTEMEN
PENDIDIKAN NASIONAL
UNIVERSITAS
SEBELAS MARET
SURAKARTA
2011
KATA PENGANTAR
Tulisan
Pengantar Karya Seni ini dibuat sebagai pertanggung-jawaban akademis penulis
sebagai staf pengajar untuk ikut berperan serta aktif dalam pengembangan
keprofesian penulis maupun pengembangan pendidikan di Jurusan Seni Rupa Murni,
Fakultas Sastra dan Seni Rupa, Universitas Sebelas Maret, Surakarta. Adapun karya seni dengan judul: “HUTAN MERANGGAS”, Karya
penulis telah dipublikasikan dalam PAMERAN RONGGA RUSMADI, 8-30 September 201,1Di Galeri Seni Rupa Jurusan
Seni Rupa Murni FSSR-UNS, Jl Ir. Sutami 36 A, Kentingan Surakarta.
Terima kasih kepada tim pakar
jurusan seni rupa murni (peer reviewer)
yang telah memeriksa dan melakukan verifikasi, demikian pula kepada semua pihak
yang telah membantu penulis dalam
keterlibatannya pada Pameran tersebut.
Surakarta, 12 September 2011
Pelaksana
DRS.
AGUS NUR SETYAWAN, M. HUM.
NIP:
195603121987031001
Gagasan Estetis Tema Struktur Dan
Implementasinya
Dalam Karya Seni Grafis “Hutan
Meranggas”
A. Latar Belakang Masalah.
Salah satu metoda yang dikenal secara luas dalam
mengeksekusi karya seni grafis di antaranya dengan teknik cetak cukil. Yaitu
menoreh medium atau bahan dasar cetakan, sembari membentuk citra gambar sesuai keinginan,
di mana sisa torehan itulah yang kelak akan menjadi perantara untuk memindahkan
tinta ke atas bidang gambar (McMahon, 1932). Selain permukaan kayu, cukilan
juga bisa dilakukan dengan memanfaatkan permukaan hardboard, ataupun karet (linoleum).
Sebagai salah satu cara berekspresi, teknik cetak
cukil menyajikan tantangan kreatif yang menggoda penulis untuk memanfaatkannya
sebagai medium ekspresi untuk mengangkat tema struktur sebagai representasi
keprihatinan penulis terhadap keberadaan hutan kita yang semakin
memperihatinkan. Dalam proyek ini penulis ingin mengajak berdialog kembali
dengan para penghayat, melalui visualisasi citra hutan yang sedang meranggas,
sebagai simbolisasi perluanya kepedulian terhadap keberadaan hutan, sebagai
sumber daya alam yang perlu diselamatkan.
Meskipun proses meranggas pada pohon merupakan
tahapan alamiah yang biasa terjadi dan dialami oleh pohon, akan tetapi
karakteristik visualitas objek (hutan) yang sedang gundul itu pada kenyataan
menyajikan suatu pemandangan dramatis yang mengisyaratkan tragedi, yang dalam
konteks struktur wacana kehidupan ini bisa dipinjam untk diangkat sebagai
sarana mengkomuinikasikan gagasan
keprihatian penulis menyangkut keberadaan hutan kita.
Dalam pelaksanaanya, perwujudan gagasan estetis ini
diungkapkan melalui komposisi struktur citra kontras hitam-putih dengan
pendekatan teknis cetak permukaan karet (linoleum) di atas kertas.
B.
Rumusan Masalah.
1.
Bagaimana
merumuskan tema struktur sebagai gagasan penciptaan karya seni grafis berjudul
“Hutan Meranggas”?
2.
Bagaimana
mendeskripsikan visualitas/perwujudan karya seni grafis “Hutan Meranggas”?
C.
Tujuan Penulisan.
1.
Merumuskan
gagasan penciptaan tema struktur ke dalam karya seni grafis berjudul “Hutan
Meranggas”.
2.
Mendeskripsikan
implementasi tema struktur dalam visualitas/ perwujudan karya seni grafis
berjudul “Hutan Meranggas”.
D. Gagasan
Penciptaan (Implementasi Teoritis).
Dalam konteks ekosistem,
keberadaan hutan bagi kehidupan manusia merupakan suatu keniscayaan. Karena
dengan segala daya dukungnya hutan merupakan suatu wilayah, area, atau zona
yang menyediakan begitu banyak sumber daya yang mampu menopang keseimbangan
hidup. Lebih dari itu, bahkan dalam kenyataan sehari-hari, ketika keberadaannya
mengalami gangguan; seperti terjadinya pembalakan yang mengakibatkan gundulnya
hutan, serta merta bahaya seperti banjir tidak sekedar mengancam, bahkan telah
benar-benar terjadi dengan kerugian tidak saja finansial, material tetapi juga
korban jiwa. tidak dapat dipungkiri,
bahkan hutan menjadi semacam jaminan yang dijadikan tempat bergantung. Sehingga
manakala ia terganggu keberadaannya, misalnya dengan terjadinya kebakaran, penggundulan dan
sebagainya, langsung berakibat pada ketidak-seimbangan ekosistem. Seperti
misalnya hilangnya habitat asli bagi sejumlah binatang, dengan akibat ikutan
terjadinya migrasi hewan dari tempat asli, ke pemukiman penduduk.
Melalui penciptaan karya di bawah
judul “Hutan Meranggas” ini, penulis berharap akan sedikit-banyak mampu
memberikan inspirasi terhadap munculnya kesadaran penghayat untuk ikut serta
secara aktif menjadi bagian penting gerakan pelestarian hutan. Minimal dengan
munculnya kesadaran mengenai pentingnya kelestarian hutan, maka darinya bisa
diharapkan bisa ikut mentransformasikan gagasan pentingnya hutan lestari bagi
kita semua.
E.
Deskripsi
Karya grafis “HUTAN MERANGGAS”
Karya di bawah judul “HUTAN
MERANGGAS” merupakan karya grafis yang dikerjakan dengan pendekatan teknis
cetak cukil karet (linocut) di atas
kertas. Karya ini mengangkat tema kehidupan tumbuhan (hutan) dalam interaksinya
dengan kehidupan binatang (fauna). Perpaduan interaktif di antara keduanya
diekspresikan melalui komposisi hitam-putih yang silih berganti memunculkan
baik objek tumbuhan maupun binatang, dalam satu jalinan yang selaras.
Kehidupan
hutan tidak sedikit mengilhami seniman dalam berkarya, dengan mengangkatnya
sebagai tema karya. Melalui karya cetak cukil ini, penulis terinspirasi kondisi
alam kehidupan hutan yang menjadi habitat sempurna bagi makluk lain, di luar
kehidupan tumbuhan yang menjadi penopang utama berjalannya kehidupan. Dari
dinamika kehidupan hutan kita belajar tentang keseimbangan hidup antara pohon
dan hewan, antara sistematika struktur kehidupan tumbuhan dengan sistematika
struktur kehidupan binatang. Pada gilirannya, interaksi kedua struktur hidup
ini, melahirkan lagi struktur baru, yaitu struktur kehidupan hutan. Namun pada
kenyataannya, berjalannya kehidupan sangat dipengaruhi dan bergantung oleh unsur-unsur
lain, sehingga kehidupan ini dapat berjalan. Jalinan unsur lain itu secara
struktural membentuk menjadi sebuah sistem yang disebut sebagai ekosistem.
Secara
ekologis, kehidupan berjalan selaras, apabila ekosistem terjaga, yang
dimungkinkan dari terjaganya keseimbanan beragam sistem lain yang menopang
ekosistem tersebut. Manakala salah satu dari mata rantai ekosistem ini terurai,
katakanlah rusak atau dirusak, berimplikasi pada rusaknya keseimbangan. Ketika
keseimbangan goyah, maka ekses yang terjadi adalah fenomena rusaknya sebuah
kehidupan. Dalam hal ini, terjadinya hutan meranggas sebenarnya masih menjadi bagian dari berjalannya ekosistem,
dimana siklus hidup tumbuhan (hutan) dikenal mengalami masa bersemi, tumbuh,
rontok, dan bersemi kembali.
Sedangkan
fenomena visual dari karya berjudul “Hutan Meranggas” yang disajikan dengan menghadirkan kontras
hitam-putih dalam pewarnaan, dengan pengejawantahan bentuk-bentuk simbolistis
berupa citraan yang merepresentasikan bentuk pohon (hutan), dengan sengaja
ingin mengajak dan mengingatkan penghayat (penikmat) karya ini untuk merenungkan
kembali tentang keberadaan hutan yang meranggas yang diharapkan akan tersentuh
dan kemudian tergugah persepsinya tentang perlunya kesadaran untuk ikut menjaga
kelestarian hutan.
Media
ekspresi dalam bentuk cetak cukil sebagai salah satu bentuk ungkapan artistik
seni rupa, pada umumnya mengandalkan keterampilan tangan senimannya dengan
torehan langsung pada media cukil (dalam hal ini lino/karet), dalam bahasa
perupaan yang sederhana atau bersifat monochromatic.
Karya cetak grafis hasil cukilan, dengan sengaja dihadirkan melalui ungkapan
garis-garis artistik yang dieksploitir bersama titik. Dengan cara ini citraan
visualitas karya tampak lebih mantab, karena jejak-jejak goresan pisau pada
media tampak jelas dalam memberikan karakter visual karya.
Karya cetak cukil “Hutan Meranggas”
dikerjakan dengan torehan tinta cetak di atas kertas tela ukuran folio.
Estetika pengungkapannya mengandalkan eksplorasi unsur garis dan titik yang
secara akumulatif dan bervariasi membentuk bidang-bidang berupa penggambaran
objek pohon, dan secara silih berganti warna dengan penggambaran wujud objek
hewan (burung). Maksudnya, munculnya wujud objek pohon maupun binatang dalam
bidang gambar tidak dibentuk dengan menarik garis secara langsung yang kemudian
ujung garisnya saling bertemu dan membentuk bidang menyerupai wujud pohon atau
binatang. Akan tetapi wujud-wujud objektif tersebut muncul akibat dari susunan
garis-garis pendek dan titik, yang akumulasi himpunannya membentuk pencitraan
objek yang diinginkan. Jadi tidak ada wujud objek dalam karya ini, yang hadir
dalam bentuk bidang utuh sebagai akibat dari garis yang ditarik sehingga
berhubungan ujungnya. Metode eksekusi karya semacam ini dimaksudkan sebagai
upaya manipulasi visual untuk menghasilkan provokasi optis yang memicu
kreatifitas penghayat dalam ikut berkreasi menemukan bentuk-bentuk citraan yang dibuat.
Daftar
bacaan:
McMahon,
A. Philip. The Art Enjoying Art.
McGraw-Hill Book Company, Inc. New York, London. 1932.
“Hutan Meranggas”
cetak cukil lino di atas kertas, ukuran folio
Tidak ada komentar:
Posting Komentar