“BERSATU”
DALAM PAMERAN PATUNG
Jog-Lo 2004
Seni Patung Masa
Kini
1 – 9 Nopember
2004
Di Balai
Sudjatmoko, TB Gramedia
Jl. Slamet Riyadi,
Surakarta
PENGANTAR KARYA
SENI
Oleh :
DRS. AGUS NUR SETYAWAN, M. HUM.
NIP: 195603121987031001
JURUSAN SENI RUPA MURNI
FAKULTAS SASTRA DAN SENI RUPA
DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2004
KATA PENGANTAR
Tulisan Pengantar Karya Seni ini dibuat sebagai
pertanggung-jawaban akademis penulis sebagai staf pengajar untuk ikut berperan
serta aktif dalam pengembangan keprofesian penulis maupun pengembangan
pendidikan di Jurusan Seni Rupa Murni, Fakultas Sastra dan Seni Rupa,
Universitas Sebelas Maret, Surakarta. Adapun karya seni dengan judul:
“BERSATU”, Karya Drs. Agus Nur Setyawan, M. Hum., telah
dipubli-kasikan dalam Pameran seni PATUNG
Jog-Lo 2004, Seni Patung Masa Kini, 1 – 9 Nopember 2004 Di Balai Sudjatmoko, TB Gramedia, Jl. Slamet Riyadi,
Surakarta.
Terima kasih kepada
tim pakar jurusan seni rupa murni (perr
reviewer) yang telah memeriksa dan melakukan verifikasi, demikian pula
kepada semua pihak yang telah membantu
penulis dalam keterlibatannya pada Pameran tersebut.
Surakarta, 14 Nopember 2004
Pelaksana
DRS. AGUS NUR SETYAWAN, M. HUM.
NIP: 195603121987031001
Gagasan Estetis Tema Struktur Dan
Implementasinya
Dalam Karya Seni Patung “Bersatu”
A. Latar Belakang Masalah.
Dalam
kehidupan sehari-hari, keberadaan struktur mengejawantah dalam beragam
perwujudan, yang pendjelmaannya dengan mudah bisa kita dapati pada beragam
gejala (fenomena). Misalnya pada sebuah pohon, pada sebuah sepeda, atau pada
tubuh manusia hidup sekalipun, dan bahkan pada keberadaan semesta. Sebagaimana
rumusan Kamus Besar Bahasa Indonesia, salah satunya menyebutkan bahwa: struktur
merupakan suatu ....susunan atau bangunan (KBBI: 2002, 1092) artinya ia
terbentuk berdasarkan kesatuan dari bagian-bagiannya. Sebagai satu kesatuan,
keterikatan dan keterhubungan dari bagian-bagiannya itu membentuk totalitas.
Lebih lanjut sebagai totalitas satu kesatuan yang utuh, struktur merupakan
sifat fundamental dari sistem (http://id.wikipedia.org/wiki/struktur).
Struktur
sebagai suatu fenomena alamiah yang inheren
dan tak terelakkan keberadaannya itu, telah memberi inspirasi sekaligus
memotivasi penulis untuk menghayatinya secara lebih mendalam dengan
mengangkatnya sebagai titik tolak dan landasan penciptaan. Dalam proyek ini,
struktur penulis angkat sebagai pokok persoalan atau tema (subject matter) dalam mengekspresikan gagasan-gagasan estetis penulis
dalam bentuk serial komposisi kerya seni tiga dimensional, atau seni patung,
dengan memanfaatkan pendekatan teknis pahat (subtractive).
Adapun
tantangan kreatif dari tema struktur dalam serial komposisi dengan medium karya
berupa lembaran plat logam ini adalah; bagaimana mengembangkan keterbatasan
bahan yang hanya berdimensi dua (berskala panjang dan lebar) dapat dihadirkan
menjadi sebuah karya seni (patung) yang notabene menuntut kehadirannya dalam
skala 3 dimensi (panjang X lebar X tinggi).
Karya seni patung sebagai fenomena bentuk (form) yang tiga dimensional itu memiliki karakteristik kedalaman
ruang yang nyata, dan berdasarkan keberadaannya itu memungkinkan penghayat
karya seni patung untuk mengelilingi objek karya secara penuh (3600),
dan bila terdapat kehadiran celah-celah rongga pada objeknya, memungkinkan
penghayat untuk menjelejahi kedalaman celah dan rongga itu secara nyata pula.
B.
Rumusan Masalah.
1.
Bagaimana
merumuskan tema struktur sebagai gagasan penciptaan karya patung berjudul “Bersatu”?
2.
Bagaimana mendeskripsikan
visualitas/perwujudan karya patung “Bersatu”?
C.
Tujuan Penulisan.
1.
Merumuskan
gagasan penciptaan tema struktur ke dalam karya patung berjudul “Bersatu”.
2.
Mendeskripsikan
implementasi tema struktur dalam visualitas/ perwujudan karya patung berjudul “Bersatu”.
D. Gagasan
Penciptaan (Implementasi Teoritis).
Secara
konvensional, seni patung didefinisikan sebagai perwujudan atau ungkapan
ekspresi estetis dalam bentuk tiga dimensional. Sedangkan sebuah gejala
visualitas dikatakan tiga dimensi apabila kehadiran bentuknya memiliki skala
panjang, lebar dan tinggi. Adapun
karakteristik dari bentuk yang berskala panjang, lebar dan tinggi adalah
keberadaan ruang yang nyata adanya. Realitas kedalamann ruang itu memungkinkan
penghayat untuk mengelilingi karya secara memutar penuh 3600.
Auguste
Rodin, seorang pematung kelahiran Perancis yang disebut sebagai bapak seni
patung moderen (Hale, 1972), menyatakan bahwa keindahan hakiki sebuah karya
seni patung pada dasarnya adalah komposisi dari kecekungan dan kecembungan
semata. Dalam bahasa teknis seni rupa, apa yang disebut kecembungan adalah
ruang bervolume yang memiliki kepejalan massa (masif atau padat), disebut
sebagai ruang positif. Sebaliknya, kecekungan sebagai ruang yang tidak
bervolume, alias kosong atau hampa disebut sebagai ruang negatif.
Dengan
kata lain, problem estetis dari kehadiran sebuah karya seni patung adalah;
bagaimana menyajikan sebuah komposisi perupaan, atau dengan kata lain mengorganisasikan
sejumlah elemen perupaan, seperti garis, bidang, kemudian tekstur dan juga
warna dalam wujud tiga dimensional, mampu membentuk sebuah kesatuan yang utuh
yang menyajikan aspek kedalaman komposisi keruangan secara nyata, sebagai
sebuah entitas ekspresi estetis penciptanya.
Bentuk (form) sebagai totalitas kesatuan komposisi estetis perpaduan unsur-unsur
rupa pendukungnya (garis, bidang, dan warna serta tekstur), penulis wujudkan
dalam citra plastisitas membulat, melengkung kemudian saling bertemu
ujung-ujungnya dengan kombinasi tekanan garis dan bidang tertentu, merupakan representasi artsitik dari gagasan
pertemuan antar pihak, yang kemudian membentuk struktur “bersatu”
E. Deskripsi (implementasi
visual) Karya
Patung “BERSATU”
Karya
di bawah judul “Bersatu” merupakan karya tiga dimensional atau karya patung. Dibuat
dengan memanfaatkan materi bahan kayu nangka, yang dieksekusi dengan teknik subtractive atau teknik pahatan (Rich, 1947), dimana bahan
mengalami pengikisan untuk mendapatkan substansi bentuk yang diinginkan,
berdasarkan gagasan visual yang diabstraksikan. Secara bentuk, karya seni
patung “Bersatu” menyajikan karateristik elemen dasar ruang positif (kumpulan massa
yang volumetrik) berbentuk membulat, dengan bagian ujung yang saling
bersentuhan atau bertemu ditandai dengan sebentuk bidang volumetrik pipih
melingkari bentuk dasar membulat tadi.
Secara
garis besar, bentuk patung ini dapat dikatakan non figuratif, artinya bukan
merupakan representasi dari pengalaman visual tentang figur tertentu, sebagai
mana terdapat dalam perbendaharaan
memori visual kita. Akan tetapi merupakan bentuk abstraksi dari jalinan kebersamaan dua pihak yang
terkait satu sama lain, dan dalam hal ini takkan terpisahkan, yang mencitrakan
konsep ke-bersatu-an dari dua pihak itu. Dalam perwujudannya, konsep
ke-bersatu-an itu dicitrakan melalui dua komponen karya patung yang dicirikan
semacam bentuk melingkar dengan diameter lebih kecil, terkait menyatu dengan
bentuk memanjang dari pahatan kayu nangka tersebut.
Cara
penyajian karya seni patung berjudul
“Bersatu” ini, dalam konteks konsep struktur terkait dengan kenyataan adanya
hukum alam berupa gravitasi atau gaya tarik bumi, yang ‘memaksa’ kita untuk
selalu terikat dengannya, yaitu segala sesuatu yang volumetrik, harus
memperhitungkan “mana atas dan mana bawah” ketika hendak meletakkannya. Secara
konseptual, karya seni patung ini justru mencoba mengelak kesadaran akan
kehadiran gravitasi (gaya tarik bumi) tersebut, atau penulis menyebut karya ini
sebagai karya nirgravitasi. Berdasarkan pendekatan kospetual itu, maka bentuk
yang dihadirkan melalui karya ini dengan sengaja penulis hadirkan dengan menghilangkan unsur-unsur bentuk yang
mencitrakan bagian atau sisi tertentu dari suatu wujud. Maksudnya, dalam posisi
bagaimana pun, maka karya seni patung yang berjudul “Bersatu” ini haruslah
tetap mampu menghadirkan dirinya secara estetik. Dengan kata lain, estetika
karya patung ini justru terletak dari kemampuannya untuk tetap indah dipandang
dari sudut mana pun, baik dengan cara
diletakkan di atas alas (footstage),
ditempel di dinding, ataupun digantung di langit-langit.
Dalam penggarapannya, eksekusi karya
dilakukan dengan teknik mengikis tahap demi tahap materi kayu nangka, dengan
bantuan alat yang dipahatkan pada bahan. Tahap awal pekerjaan adalah mencapai
bentuk global dari karya, dengan bagian terpenting menggarap unsur keterkaitan
dua komponen bentuk. Setelah itu dilanjutkan dengan melakukan pekerjaan akhir,
menggarap bagian permukaan objek sehingga mencapai tahap halus, dengan
mempertahankan warna asli alami sebagaimana karateristik yang dihadirkan bahan.
Daftar
Bacaan
Hale, William Harlan. The World of Rodin 1840-1917. Nederland. Time-Life International. 1972.
Kamus Besar Bahasa
Indonesia. edisi ketiga. Departemen Pendidikan Nasional. Balai Pustaka.
Jakarta. 2002.
Rich, Jack C. The
Material and Methods of Sculpture. New York. Oxford University Press. 1947.
“BERSATU” bahan kayu nangka, 54 X 38 X 18 cm.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar