Jumat, 03 Agustus 2012

“BERSATU”



“BERSATU”
DALAM PAMERAN PATUNG Jog-Lo 2004
Seni Patung Masa Kini
1 – 9 Nopember 2004
Di Balai Sudjatmoko, TB Gramedia
Jl. Slamet Riyadi, Surakarta



 








PENGANTAR KARYA SENI
Oleh :

DRS. AGUS NUR SETYAWAN, M. HUM.
NIP: 195603121987031001


JURUSAN SENI RUPA MURNI
FAKULTAS SASTRA DAN SENI RUPA
DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2004


KATA PENGANTAR

Tulisan Pengantar Karya Seni ini dibuat sebagai pertanggung-jawaban akademis penulis sebagai staf pengajar untuk ikut berperan serta aktif dalam pengembangan keprofesian penulis maupun pengembangan pendidikan di Jurusan Seni Rupa Murni, Fakultas Sastra dan Seni Rupa, Universitas Sebelas Maret, Surakarta.  Adapun karya seni dengan judul:
BERSATU”, Karya   Drs. Agus Nur Setyawan, M. Hum., telah dipubli-kasikan dalam Pameran seni PATUNG Jog-Lo 2004, Seni Patung Masa Kini, 1 – 9 Nopember 2004 Di Balai Sudjatmoko, TB Gramedia, Jl. Slamet Riyadi, Surakarta.
          Terima kasih kepada tim pakar jurusan seni rupa murni (perr reviewer) yang telah memeriksa dan melakukan verifikasi, demikian pula kepada semua pihak yang telah membantu  penulis dalam keterlibatannya pada Pameran tersebut.




Surakarta, 14 Nopember 2004
                                                                                Pelaksana




                                                    DRS. AGUS NUR SETYAWAN, M. HUM.
NIP: 195603121987031001


Gagasan Estetis Tema Struktur Dan Implementasinya
Dalam Karya Seni Patung “Bersatu”

A.   Latar Belakang Masalah.
Dalam kehidupan sehari-hari, keberadaan struktur mengejawantah dalam beragam perwujudan, yang pendjelmaannya dengan mudah bisa kita dapati pada beragam gejala (fenomena). Misalnya pada sebuah pohon, pada sebuah sepeda, atau pada tubuh manusia hidup sekalipun, dan bahkan pada keberadaan semesta. Sebagaimana rumusan Kamus Besar Bahasa Indonesia, salah satunya menyebutkan bahwa: struktur merupakan suatu ....susunan atau bangunan (KBBI: 2002, 1092) artinya ia terbentuk berdasarkan kesatuan dari bagian-bagiannya. Sebagai satu kesatuan, keterikatan dan keterhubungan dari bagian-bagiannya itu membentuk totalitas. Lebih lanjut sebagai totalitas satu kesatuan yang utuh, struktur merupakan sifat fundamental dari sistem (http://id.wikipedia.org/wiki/struktur).
Struktur sebagai suatu fenomena alamiah yang inheren dan tak terelakkan keberadaannya itu, telah memberi inspirasi sekaligus memotivasi penulis untuk menghayatinya secara lebih mendalam dengan mengangkatnya sebagai titik tolak dan landasan penciptaan. Dalam proyek ini, struktur penulis angkat sebagai pokok persoalan atau tema (subject matter) dalam mengekspresikan gagasan-gagasan estetis penulis dalam bentuk serial komposisi kerya seni tiga dimensional, atau seni patung, dengan memanfaatkan pendekatan teknis pahat (subtractive).
Adapun tantangan kreatif dari tema struktur dalam serial komposisi dengan medium karya berupa lembaran plat logam ini adalah; bagaimana mengembangkan keterbatasan bahan yang hanya berdimensi dua (berskala panjang dan lebar) dapat dihadirkan menjadi sebuah karya seni (patung) yang notabene menuntut kehadirannya dalam skala 3 dimensi (panjang X lebar X tinggi).  Karya seni patung sebagai fenomena bentuk (form) yang tiga dimensional itu memiliki karakteristik kedalaman ruang yang nyata, dan berdasarkan keberadaannya itu memungkinkan penghayat karya seni patung untuk mengelilingi objek karya secara penuh (3600), dan bila terdapat kehadiran celah-celah rongga pada objeknya, memungkinkan penghayat untuk menjelejahi kedalaman celah dan rongga itu secara nyata pula.
B.   Rumusan Masalah.
1.   Bagaimana merumuskan tema struktur sebagai gagasan penciptaan karya patung berjudul “Bersatu”?
2.   Bagaimana mendeskripsikan visualitas/perwujudan karya patung “Bersatu”?
C.   Tujuan Penulisan.
1.   Merumuskan gagasan penciptaan tema struktur ke dalam karya patung berjudul “Bersatu”.
2.   Mendeskripsikan implementasi tema struktur dalam visualitas/ perwujudan karya patung berjudul “Bersatu”.


D.  Gagasan Penciptaan (Implementasi Teoritis).
Secara konvensional, seni patung didefinisikan sebagai perwujudan atau ungkapan ekspresi estetis dalam bentuk tiga dimensional. Sedangkan sebuah gejala visualitas dikatakan tiga dimensi apabila kehadiran bentuknya memiliki skala panjang, lebar dan tinggi.  Adapun karakteristik dari bentuk yang berskala panjang, lebar dan tinggi adalah keberadaan ruang yang nyata adanya. Realitas kedalamann ruang itu memungkinkan penghayat untuk mengelilingi karya secara memutar penuh 3600.
Auguste Rodin, seorang pematung kelahiran Perancis yang disebut sebagai bapak seni patung moderen (Hale, 1972), menyatakan bahwa keindahan hakiki sebuah karya seni patung pada dasarnya adalah komposisi dari kecekungan dan kecembungan semata. Dalam bahasa teknis seni rupa, apa yang disebut kecembungan adalah ruang bervolume yang memiliki kepejalan massa (masif atau padat), disebut sebagai ruang positif. Sebaliknya, kecekungan sebagai ruang yang tidak bervolume, alias kosong atau hampa disebut sebagai ruang negatif.
Dengan kata lain, problem estetis dari kehadiran sebuah karya seni patung adalah; bagaimana menyajikan sebuah komposisi perupaan, atau dengan kata lain mengorganisasikan sejumlah elemen perupaan, seperti garis, bidang, kemudian tekstur dan juga warna dalam wujud tiga dimensional, mampu membentuk sebuah kesatuan yang utuh yang menyajikan aspek kedalaman komposisi keruangan secara nyata, sebagai sebuah entitas ekspresi estetis penciptanya.
Bentuk (form) sebagai totalitas kesatuan komposisi estetis perpaduan unsur-unsur rupa pendukungnya (garis, bidang, dan warna serta tekstur), penulis wujudkan dalam citra plastisitas membulat, melengkung kemudian saling bertemu ujung-ujungnya dengan kombinasi tekanan garis dan bidang tertentu,  merupakan representasi artsitik dari gagasan pertemuan antar pihak, yang kemudian membentuk struktur “bersatu”

E.   Deskripsi (implementasi visual) Karya Patung “BERSATU”
          Karya di bawah judul “Bersatu” merupakan karya tiga dimensional atau karya patung. Dibuat dengan memanfaatkan materi bahan kayu nangka, yang dieksekusi dengan teknik subtractive  atau teknik pahatan (Rich, 1947), dimana bahan mengalami pengikisan untuk mendapatkan substansi bentuk yang diinginkan, berdasarkan gagasan visual yang diabstraksikan. Secara bentuk, karya seni patung “Bersatu” menyajikan karateristik elemen dasar ruang positif (kumpulan massa yang volumetrik) berbentuk membulat, dengan bagian ujung yang saling bersentuhan atau bertemu ditandai dengan sebentuk bidang volumetrik pipih melingkari bentuk dasar membulat tadi.
         Secara garis besar, bentuk patung ini dapat dikatakan non figuratif, artinya bukan merupakan representasi dari pengalaman visual tentang figur tertentu, sebagai mana  terdapat dalam perbendaharaan memori visual kita. Akan tetapi merupakan bentuk  abstraksi  dari jalinan kebersamaan dua pihak yang terkait satu sama lain, dan dalam hal ini takkan terpisahkan, yang mencitrakan konsep ke-bersatu-an dari dua pihak itu. Dalam perwujudannya, konsep ke-bersatu-an itu dicitrakan melalui dua komponen karya patung yang dicirikan semacam bentuk melingkar dengan diameter lebih kecil, terkait menyatu dengan bentuk memanjang dari pahatan kayu nangka tersebut.
         Cara penyajian karya seni patung  berjudul “Bersatu” ini, dalam konteks konsep struktur terkait dengan kenyataan adanya hukum alam berupa gravitasi atau gaya tarik bumi, yang ‘memaksa’ kita untuk selalu terikat dengannya, yaitu segala sesuatu yang volumetrik, harus memperhitungkan “mana atas dan mana bawah” ketika hendak meletakkannya. Secara konseptual, karya seni patung ini justru mencoba mengelak kesadaran akan kehadiran gravitasi (gaya tarik bumi) tersebut, atau penulis menyebut karya ini sebagai karya nirgravitasi. Berdasarkan pendekatan kospetual itu, maka bentuk yang dihadirkan melalui karya ini dengan sengaja penulis hadirkan dengan  menghilangkan unsur-unsur bentuk yang mencitrakan bagian atau sisi tertentu dari suatu wujud. Maksudnya, dalam posisi bagaimana pun, maka karya seni patung yang berjudul “Bersatu” ini haruslah tetap mampu menghadirkan dirinya secara estetik. Dengan kata lain, estetika karya patung ini justru terletak dari kemampuannya untuk tetap indah dipandang dari sudut mana pun,  baik dengan cara diletakkan di atas alas (footstage), ditempel di dinding, ataupun digantung di langit-langit.
         Dalam penggarapannya, eksekusi karya dilakukan dengan teknik mengikis tahap demi tahap materi kayu nangka, dengan bantuan alat yang dipahatkan pada bahan. Tahap awal pekerjaan adalah mencapai bentuk global dari karya, dengan bagian terpenting menggarap unsur keterkaitan dua komponen bentuk. Setelah itu dilanjutkan dengan melakukan pekerjaan akhir, menggarap bagian permukaan objek sehingga mencapai tahap halus, dengan mempertahankan warna asli alami sebagaimana karateristik yang dihadirkan bahan.

Daftar Bacaan
Hale, William Harlan. The World of Rodin 1840-1917. Nederland.    Time-Life     International. 1972.
Kamus Besar Bahasa Indonesia. edisi ketiga. Departemen Pendidikan Nasional. Balai Pustaka. Jakarta. 2002.

Rich, Jack C. The Material and Methods of Sculpture. New York. Oxford University Press. 1947.
 
“BERSATU” bahan kayu nangka, 54 X 38 X 18 cm.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar