Senin, 06 Agustus 2012

“HUTAN MERANGGAS”



“HUTAN MERANGGAS”
DALAM PAMERAN RONGGA RUSMADI
8-30 September 2011
Di Galeri Seni Rupa Jurusan Seni Rupa Murni FSSR-UNS
Jl Ir. Sutami 36 A, Kentingan Surakarta

PENGANTAR KARYA SENI
Oleh :

DRS. AGUS NUR SETYAWAN, M. HUM.
NIP: 195603121987031001

JURUSAN SENI RUPA MURNI
FAKULTAS SASTRA DAN SENI RUPA
DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2011


KATA PENGANTAR
Tulisan Pengantar Karya Seni ini dibuat sebagai pertanggung-jawaban akademis penulis sebagai staf pengajar untuk ikut berperan serta aktif dalam pengembangan keprofesian penulis maupun pengembangan pendidikan di Jurusan Seni Rupa Murni, Fakultas Sastra dan Seni Rupa, Universitas Sebelas Maret, Surakarta.  Adapun karya seni dengan judul: “HUTAN MERANGGAS”, Karya   penulis telah dipublikasikan dalam PAMERAN RONGGA RUSMADI, 8-30 September 201,1Di Galeri Seni Rupa Jurusan Seni Rupa Murni FSSR-UNS, Jl Ir. Sutami 36 A, Kentingan Surakarta.
Terima kasih kepada tim pakar jurusan seni rupa murni (peer reviewer) yang telah memeriksa dan melakukan verifikasi, demikian pula kepada semua pihak yang telah membantu  penulis dalam keterlibatannya pada Pameran tersebut.

Surakarta, 12 September 2011
                                                                                 Pelaksana
 
DRS. AGUS NUR SETYAWAN, M. HUM.
NIP: 195603121987031001

Gagasan Estetis Tema Struktur Dan Implementasinya
Dalam Karya Seni Grafis “Hutan Meranggas”

A.   Latar Belakang Masalah.
Salah satu metoda yang dikenal secara luas dalam mengeksekusi karya seni grafis di antaranya dengan teknik cetak cukil. Yaitu menoreh medium atau bahan dasar cetakan, sembari membentuk citra gambar sesuai keinginan, di mana sisa torehan itulah yang kelak akan menjadi perantara untuk memindahkan tinta ke atas bidang gambar (McMahon, 1932). Selain permukaan kayu, cukilan juga bisa dilakukan dengan memanfaatkan permukaan hardboard, ataupun karet (linoleum).
Sebagai salah satu cara berekspresi, teknik cetak cukil menyajikan tantangan kreatif yang menggoda penulis untuk memanfaatkannya sebagai medium ekspresi untuk mengangkat tema struktur sebagai representasi keprihatinan penulis terhadap keberadaan hutan kita yang semakin memperihatinkan. Dalam proyek ini penulis ingin mengajak berdialog kembali dengan para penghayat, melalui visualisasi citra hutan yang sedang meranggas, sebagai simbolisasi perluanya kepedulian terhadap keberadaan hutan, sebagai sumber daya alam yang perlu diselamatkan.
Meskipun proses meranggas pada pohon merupakan tahapan alamiah yang biasa terjadi dan dialami oleh pohon, akan tetapi karakteristik visualitas objek (hutan) yang sedang gundul itu pada kenyataan menyajikan suatu pemandangan dramatis yang mengisyaratkan tragedi, yang dalam konteks struktur wacana kehidupan ini bisa dipinjam untk diangkat sebagai sarana  mengkomuinikasikan gagasan keprihatian penulis menyangkut keberadaan hutan kita.
Dalam pelaksanaanya, perwujudan gagasan estetis ini diungkapkan melalui komposisi struktur citra kontras hitam-putih dengan pendekatan teknis cetak permukaan karet (linoleum) di atas kertas.
B.   Rumusan Masalah.
1.   Bagaimana merumuskan tema struktur sebagai gagasan penciptaan karya seni grafis berjudul “Hutan Meranggas”?
2.   Bagaimana mendeskripsikan visualitas/perwujudan karya seni grafis “Hutan Meranggas”?
C.   Tujuan Penulisan.
1.   Merumuskan gagasan penciptaan tema struktur ke dalam karya seni grafis berjudul “Hutan Meranggas”.
2.   Mendeskripsikan implementasi tema struktur dalam visualitas/ perwujudan karya seni grafis berjudul “Hutan Meranggas”.

D.  Gagasan Penciptaan (Implementasi Teoritis).
Dalam konteks ekosistem, keberadaan hutan bagi kehidupan manusia merupakan suatu keniscayaan. Karena dengan segala daya dukungnya hutan merupakan suatu wilayah, area, atau zona yang menyediakan begitu banyak sumber daya yang mampu menopang keseimbangan hidup. Lebih dari itu, bahkan dalam kenyataan sehari-hari, ketika keberadaannya mengalami gangguan; seperti terjadinya pembalakan yang mengakibatkan gundulnya hutan, serta merta bahaya seperti banjir tidak sekedar mengancam, bahkan telah benar-benar terjadi dengan kerugian tidak saja finansial, material tetapi juga korban jiwa.  tidak dapat dipungkiri, bahkan hutan menjadi semacam jaminan yang dijadikan tempat bergantung. Sehingga manakala ia terganggu keberadaannya, misalnya  dengan terjadinya kebakaran, penggundulan dan sebagainya, langsung berakibat pada ketidak-seimbangan ekosistem. Seperti misalnya hilangnya habitat asli bagi sejumlah binatang, dengan akibat ikutan terjadinya migrasi hewan dari tempat asli, ke pemukiman penduduk.
Melalui penciptaan karya di bawah judul “Hutan Meranggas” ini, penulis berharap akan sedikit-banyak mampu memberikan inspirasi terhadap munculnya kesadaran penghayat untuk ikut serta secara aktif menjadi bagian penting gerakan pelestarian hutan. Minimal dengan munculnya kesadaran mengenai pentingnya kelestarian hutan, maka darinya bisa diharapkan bisa ikut mentransformasikan gagasan pentingnya hutan lestari bagi kita semua.
E.   Deskripsi Karya grafis “HUTAN MERANGGAS”
Karya di bawah judul “HUTAN MERANGGAS” merupakan karya grafis yang dikerjakan dengan pendekatan teknis cetak cukil karet (linocut) di atas kertas. Karya ini mengangkat tema kehidupan tumbuhan (hutan) dalam interaksinya dengan kehidupan binatang (fauna). Perpaduan interaktif di antara keduanya diekspresikan melalui komposisi hitam-putih yang silih berganti memunculkan baik objek tumbuhan maupun binatang, dalam satu jalinan yang selaras.
          Kehidupan hutan tidak sedikit mengilhami seniman dalam berkarya, dengan mengangkatnya sebagai tema karya. Melalui karya cetak cukil ini, penulis terinspirasi kondisi alam kehidupan hutan yang menjadi habitat sempurna bagi makluk lain, di luar kehidupan tumbuhan yang menjadi penopang utama berjalannya kehidupan. Dari dinamika kehidupan hutan kita belajar tentang keseimbangan hidup antara pohon dan hewan, antara sistematika struktur kehidupan tumbuhan dengan sistematika struktur kehidupan binatang. Pada gilirannya, interaksi kedua struktur hidup ini, melahirkan lagi struktur baru, yaitu struktur kehidupan hutan. Namun pada kenyataannya, berjalannya kehidupan sangat  dipengaruhi dan bergantung oleh unsur-unsur lain, sehingga kehidupan ini dapat berjalan. Jalinan unsur lain itu secara struktural membentuk menjadi sebuah sistem yang disebut sebagai ekosistem.
          Secara ekologis, kehidupan berjalan selaras, apabila ekosistem terjaga, yang dimungkinkan dari terjaganya keseimbanan beragam sistem lain yang menopang ekosistem tersebut. Manakala salah satu dari mata rantai ekosistem ini terurai, katakanlah rusak atau dirusak, berimplikasi pada rusaknya keseimbangan. Ketika keseimbangan goyah, maka ekses yang terjadi adalah fenomena rusaknya sebuah kehidupan. Dalam hal ini, terjadinya hutan meranggas sebenarnya masih  menjadi bagian dari berjalannya ekosistem, dimana siklus hidup tumbuhan (hutan) dikenal mengalami masa bersemi, tumbuh, rontok, dan bersemi kembali.
          Sedangkan fenomena visual dari karya berjudul “Hutan Meranggas”  yang disajikan dengan menghadirkan kontras hitam-putih dalam pewarnaan, dengan pengejawantahan bentuk-bentuk simbolistis berupa citraan yang merepresentasikan bentuk pohon (hutan), dengan sengaja ingin mengajak dan mengingatkan penghayat (penikmat) karya ini untuk merenungkan kembali tentang keberadaan hutan yang meranggas yang diharapkan akan tersentuh dan kemudian tergugah persepsinya tentang perlunya kesadaran untuk ikut menjaga kelestarian hutan.
          Media ekspresi dalam bentuk cetak cukil sebagai salah satu bentuk ungkapan artistik seni rupa, pada umumnya mengandalkan keterampilan tangan senimannya dengan torehan langsung pada media cukil (dalam hal ini lino/karet), dalam bahasa perupaan yang sederhana atau bersifat monochromatic. Karya cetak grafis hasil cukilan, dengan sengaja dihadirkan melalui ungkapan garis-garis artistik yang dieksploitir bersama titik. Dengan cara ini citraan visualitas karya tampak lebih mantab, karena jejak-jejak goresan pisau pada media tampak jelas dalam memberikan karakter visual karya.
          Karya cetak cukil “Hutan Meranggas” dikerjakan dengan torehan tinta cetak di atas kertas tela ukuran folio. Estetika pengungkapannya mengandalkan eksplorasi unsur garis dan titik yang secara akumulatif dan bervariasi membentuk bidang-bidang berupa penggambaran objek pohon, dan secara silih berganti warna dengan penggambaran wujud objek hewan (burung). Maksudnya, munculnya wujud objek pohon maupun binatang dalam bidang gambar tidak dibentuk dengan menarik garis secara langsung yang kemudian ujung garisnya saling bertemu dan membentuk bidang menyerupai wujud pohon atau binatang. Akan tetapi wujud-wujud objektif tersebut muncul akibat dari susunan garis-garis pendek dan titik, yang akumulasi himpunannya membentuk pencitraan objek yang diinginkan. Jadi tidak ada wujud objek dalam karya ini, yang hadir dalam bentuk bidang utuh sebagai akibat dari garis yang ditarik sehingga berhubungan ujungnya. Metode eksekusi karya semacam ini dimaksudkan sebagai upaya manipulasi visual untuk menghasilkan provokasi optis yang memicu kreatifitas penghayat dalam ikut berkreasi menemukan bentuk-bentuk citraan  yang dibuat.

Daftar bacaan:

McMahon, A. Philip. The Art Enjoying Art. McGraw-Hill Book Company, Inc. New York, London. 1932.

 

“Hutan Meranggas” cetak cukil lino di atas kertas, ukuran folio